Powered By Blogger

Search Here

Sunday, 10 April 2011

Sebuah buku demi senyuman kakak

Hari ini, di sekolah ada perlombaan antar kelas.
Aku senang sekali.
Selain tidak ada pelajaran, bu guru juga membiarkan kami main sepuasnya.
Memang sih di sekolah ku tiap hari bermain, tidak seperti kakakku yang sibuk mengerjakan sesuatu.
Aku tak tau apa itu, menulis di buku.
Kenapa harus menulis? sebanyak itu?
Aku bahkan butuh waktu yang sangat lama ketika mencoba membaca sebuah tulisan kakak.
Tulisan kakak bagus.
Aku ingin cepat - cepat bisa menulis seperti kakak.



Bermain di sekolah, aku jadi ingat kakak.
Dia sedang apa ya?
Apakah di sekolahnya juga ada permainan seperti di sekolahku?
Aku ingin cepat - cepat besar dan sekolah di tempat kakak bersekolah sekarang.

Sedang asik melamun, bu guru memanggilku.
Permainan akan segera dimulai.
Aku menjadi perwakilan dari kelas ku untuk lomba lari.
Sebenarnya aku ingin ikut pertandingan yang lain.
Tapi aku bilang bu guru, aku mau lomba lari saja ah.
Bu guru bertanya, kenapa tidak ikut lomba menyanyi saja, seperti yang sering kulakukan.
Aku bilang pada bu guru.
'Bu, aku ingin menang di lomba lari itu. kalau aku menang, aku bisa dapat hadiah pertama, buku tulis yag bagus sekali gambarnya. aku ingin menghadiahkannya pada kakakku, karena aku tau, dia sangat suka menulis, dan dia pasti akan suka dengan buku itu.'
Bu guru pun tersenyum. dia mengijinkan ku ikut lomba lari.

Pertandingan dimulai.
Aku sudah berlatih setiap pagi.
Aku benar - benar ingin menang !!
Sudah terbayang wajah kakak yang tersenyum senang, jika aku memberinya buku itu.

Lari!! ayo terus!!
Duh, anak kelas sebelah itu benar - benar cepat.
Tapi aku tak boleh kalah, aku mau lihat kakak tersenyum,
Aku mau menghibur kakak.
Sejak kakak sibuk dengan sekolahnya, aku jarang lihat kakak tersenyum lagi.
Aku kangen senyuman kakak.
Aku harus menang!!

Akhirnya aku bisa melewati dia.
Sepertinya dia mulai kelelahan.
Aku memang tidak secepat dia, tapi setidaknya, disaat sekarang dia mulai lelah, aku masih kuat berlari.
Aku melihat pita merah di ujung sana.
Sebentar lagi aku bisa mencapainya.
Sebentar lagi aku bisa mendapat buku itu.
Sebentar lagi, aku bisa melihat kakak tersenyum.

Tiba - tiba aku merasa sakit.
Aku ingin menangis.
Aku terjatuh sebelum mencapai pita itu.
Aku menengok ke belakang.
Dia sudah semakin mendekat.
Beberapa langkah lagi aku pasti terbalap.
Aku harus bangkit.
Aku harus berlari lagi.
Ku dengar samar - samar suara teman - teman sekelasku dan juga bu guru memanggil namaku.
Aku harus bisa!!
Semua demi senyuman kakak.
Aku berdiri dan mulai berlari.
Hampir saja aku terjatuh lagi.
Untungnya aku berhasil mencapai pita itu.
Mendadak suasana menjadi sangattt ramai.
Semua orang bertepuk tangan.
Teman - teman dan bu guru mendatangiku.
Mereka semua tersenyum padaku.
Aku senang sekali melihat senyuman mereka.
Tapi aku masih belum puas.
Aku mau melihat senyuman kakak.

Sekolah berakhir, aku cepat - cepat berlari pulang.
Di rumah aku lihat ibu yang sedang sibuk dengan pekerjannya.
Aku tak tau apa.
Sama sepert kakak, ibu duduk di depan meja, tapi dia mengetik.
Kata ibu, mengetik itu sama dengan menulis.
Aku tak tau apa maksudnya.
Mungkin suatu saat jika aku telah menjadi seorang ibu, aku akan tau, apa sih mengetik itu.

'Bu, kakak mana?'
'Kakak belum pulang dik.'
Aku langsung berlari ke kamar kakak.
Aku duduk di tempat tidurnya sambil memegang buku hadiah kemenanganku tadi.
Kenapa kakak lama sekali ya?
Aku mendengar ibu berteriak menyuruhku berganti pakain dan membersihkan diriku.
Aku tidak mau.
Aku tidak mau beranjak dari kamar kakak.
Aku tetap disini.
Sesekali melihat ke arah jarum jam.
Waktu terasa begitu lama.

Tak sadar aku tertidur.
Entah pukul berapa aku terbangun.
Aku melihat kakakku sudah di kamar.
Sebelum aku sempat bicara apa - apa, kakak sudah bicara terlebih dahulu.
'Apa yang kamu lakukan di tempat tidurku? Pakaian dan badanmu yang kotor mengotori tempat tidurku. Kenapa kau tidak membersihkan diri dan berada di kamarmu sendiri?'
Kakak marah.
Aku pun menangis.
Aku sangat mengharapkan dapat melihat senyuman kakak.
Tapi kenapa kakak marah padaku?
Aku takut, takut sekali.
Aku tidak sanggup menahan air mataku.
Aku tak ingin menangis, apalagi di depan kakakku.
Aku harus kuat.
Tapi kenapa aku tetap menangis?
Hanya sepatah kata yang keluar dari mulutku, di sela - sela tangisku.
'Maaf kak,,, maafkan aku'
Kakak terdiam melihatku menangis.
Tapi aku tau, kakak masih marah padaku.
Aku harus kuat. Aku harus bisa.
Aku mencoba bertahan.
Aku menangis semakin keras.
Aku tak menyangka, aku mengharapkan senyuman kakak, sesuatu yang sangat aku inginkan, tapi berujung seperti ini.
Aku kecewa sekali.
Bukan pada kakak, tapi pada diriku sendiri.
Kenapa aku begitu bodoh, mengotori kamar kakak, dan membuat kakak marah.
Aku berlari ke kamarku.

Buku ku tertinggal
Aku ingin mengambilnya, tapi aku takut pada kakak.
Aku takut dia semakin marah.
Aku ingin mengambilnya.
Aku takut jangan - jangan, jika kakak melihat buku itu, kakak bertambah marah padaku.
Aku berlari ke sudut kamar.
Berada dibalik selimut tebal.
Berusaha bersembunyi.

Aku teringat kembali.
Buku itu tebal.
Lebih tebal dari buku tulis yang biasa bu guru berikan padaku.
Buku itu juga bergaris - garis besar - besar.
Tidak seperti milikku yang garisnya besar kecil atau kotak - kotak.
Buku itu berwarna merah cerah, seperti warna kesukaan kakak.
Ada secarik kertas yang tertempel di buku itu.
Tadinya aku hendak membuangnya.
Mengganggu sampul buku yang bagus itu.
Tapi ada tulisannya, aku mencoba membacanya.
HADIAH PERTAMA LOMBA LARI.
Karena tulisan itu, aku tidak jadi membuangnya.
Tetap melekat di buku itu.
Aku menambahakan dua kata di bawahnya.
UNTUK KAKAK
Berulang kali aku mencoba menulis dua kata itu, tapi kenapa tulisanku tidak bisa sebagus tulisan kakak.
Aku pasrah, berharap kakak bisa membaca tulisanku.

Sedang asik dengan pikiranku sendiri, tiba - tiba pintu kamarku terbuka.
Aku tetap dibalik selimut tebal itu, tak berani melihat siapa yang datang.
Tiba - tiba seseorang mengambil selimut tersebut.
Aku gemetar ketakutan.
Ternyata itu adalah kakak!!
Aku tak berani melihat wajahnya.
Kepalaku tertunduk kebawah.
Tiba - tiba tangan kakak mengangkat wajahku.
Mau tak mau aku melihat wajah kakak.
Aku terkejut.
Kakak tersenyum padaku!!
Iya, kakak tersenyum.
Aku senang sekali.
Sangat senang.
Aku bisa melihat kakak tersenyum lagi.
Senyumnya sama seperti yang selama ini aku bayangkan.
Aku menangis.
Kakak menghapus air mataku.
Dia bertanya, 'kenapa menangis?'
Aku tak tau harus menjawab apa.
Aku tak tau kenapa aku menangis.
Perasaanku sangat senang saat itu.
Akhirnya aku bisa melihat senyuman kakak,
seperti yang selama ini aku inginkan.

'Terima kasih dik, atas hadiahnya. Selamat atas kemenangannya. Maafkan kakak tadi sempat marah padamu.'
'Tidak kak. Aku yang minta maaf mengganggu kakak. Aku yang berterima kasih sama kakak, karena kakak mau memperlihatkan senyum kakak lagi pada ku. Terima kasih, kak.'
'Sama - sama, dik.'
Aku senaaaangg sekali.
Akhirnya pengorbananku tidak sia - sia.
Aku bisa melihat senyum kakak lagi.
Semoga senyum kakak akan selalu ada, dan bisa kulihat kapanpun.



Dalam hidup, sering kali kita menginginkan sesuatu. Andaikan kita sudah berusaha pun, belum tentu kenyataannya sesuai dengan yang kita inginkan. Janganlah berhenti berusaha, seperti seorang adik yang sangat ingin melihat senym kakaknya.

begitulah rasanya, perasaan senang, karena akan mencapai sesuatu yang sudah ditunggu - tunggu. setiap saat melihat jarum jam bergerak, semua terasa lama, tapi demi semua itu, aku bertahan, menunggu. jika kenyataannya tidak sesuai, jika hal tersebut tidak terjadi hari ini, itu resiko, kecewa itu pasti, tapi harus tetap kuat. like what i've said, i'll take the risk.

2 comments:

Anonymous said...

f'la critanya menggugah banget. Ada tekad, tangisan, dan kebahagiaan. Ide karangn lu kah?

--maslov--

f`La said...

ahaha makasih, iya karangan sendiri.
hanya ingin menunjukan bagaimana rasanya sangat menginginkan suatu hal, bagaimana jika gagal, dan betapa senangnya jika berhasil :)
masi baru, perlu banyak nulis lagi, apalagi saya ga punya kakak -_-" haha

err, siapakah maslov? ga ada linknya ...

Post a Comment