Powered By Blogger

Search Here

Monday, 23 November 2009

More words from my friend

Ternyata teman saia yang saia ceritakan di postingan sebelumnya, menambahkan beberapa kata – kata di http://www.deskset.comuf.com/

Sekali lagi saia cuma bisa mengucapkan banyak terima kasih, karena paling tidak saia pernah merasakan rasanya berbagi cerita, kebahagiaan dan juga keluh kesah. Terima kasih banyak.

Sebenarnya saia masih tidak paham, mengapa tiba – tiba teman saia begitu. Saia ingin dengar langsung dari dia. Saia tahu saia ga pernah bisa menerima alasan – alasannya. Entah logika atau perasaan ini?

Saia mulai berpikir bahwa saia ini membosankan. Bahkan teman saia sendiri mungkin bosan dengan saia. Dia merasa saia tidak bisa memahaminya. Saia sering berpikir, mengapa dia lama ga pernah cerita, sesering dulu. Saia sempat bertanya – tanya sendiri, tak mungkin saia bertanya langsung padanya. Saia mencoba berpikir positif, mungkin saja dia memang tidak sedang dalam masalah. Walaupun kadang terasa berbeda, terasa kalau dia ada sesuatu. Tapi sekali lagi saia tidak mungkin bertanya, kecuali dia cerita terlebih dahulu. Ternyata memang benar, dia selalu memendamnya sendiri, tanpa bil;ang pada saia. Saia menyesal membuat dia terluka. Maaf, jika saia memang teman yang tidak peka.

Dia bilang, walaupun dia cerita, belum tentu saia bisa memahaminya. Terserah dia mau bilang apa. Saia bisa merasakannya dalam setiap kata – katanya. Tapi saia tidak tahu harus menjawab apa, harus bilang apa, saia sungguh tidak tahu. Maaf jika saia tidak bisa memberi apa – apa.

Satu pertanyaan saia, apa sich salahnya melanjutkan pertemanan ini? Mungkin dia bisa, tapi ternyata saia tidak sekuat dia, saia tidak sanggup. Saia harus bagaimana? Beri tahu saia apa kesalahan saia, apa kekurangan saia, saia akan berusaha merubahnya, memperbaikinya. Tapi tolong jangan siksa saia seperti ini. Saya tidak sekuat dirinya.

Saia jadi teringat masa – masa dulu. Saat saia hampir tidak kuat. saia melakukan banyak hal bodoh yang tidak berguna, yang hanya melukai diriku sendiri. Tapi entah mengapa, muncul kepuasan tersendiri, walaupun saia tahu itu pelampiasan yang salah. Sekarang saia mulai mengingat masa – masa dulu. Dilema. Ingin rasanya melakukannya, walaupun hanya untuk kepuasan sebentar saja.

Tuhan tolong saia, saia tidak bisa berpura – pura lagi. Di sekolah, juga di rumah. Hanya di ruangan ini lah saia bisa bebas, melampiaskan kesedihan saia. Saia lelah untuk terus berpura – pura. Tapi juga tak mungkin untuk terus – terusan bersedih. Saia benci ditanya “mengapa” oleh mereka. Saia tidak suka mereka melihat kesedihan saia. Cukup.

0 comments:

Post a Comment