Powered By Blogger

Search Here

Monday, 28 March 2011

Tidur bukan lagi Istirahat

Orang merasa lelah seharian,
pulang untuk beristirahat di malam hari,
tidur

Kenapa harus tidur?



Jumat, 25 Maret malam hari - Sabtu, 26 Maret dini hari.

Tepatnya pukul 4 pagi.
Kumatikan lampu kamar.
Jarang - jarang aku mematikan lampu kamar,
kecuali sedang bepergian.
Lalu aku berbaring di balik bed cover.
Dingin.
Teringat kembali pembicaraan malam tadi,
hingga tengah malam.
Kembali meleleh air mata.
Aku senang bisa bicara,
tapi tetap tak dapat menutupi rasa sakit yang kurasakan.
Entah pukul berapa akhirnya aku terlelap.

Semua gelap.
Tak ada siapapun.
Aku berteriak memanggil - manggil.
Aku tak dimanapun.
Gelap, tanpa batas.
Aku kembali menangis.
Pukul 6 aku terbangun.
Basah.
Tak ku sadari, aku benar - benar menangis,
meskipun dalam tidurku.

Ku coba untuk memejamkan mata kembali.
Kali ini aku merasakan sakit.
Sakit yang luar biasa.
Aku mulai berteriak.
Merintih kesakitan.
Kumohon pada-Nya untuk menghentikan semua ini.
Entah berapa lama aku berteriak dan merintih.
Seorang yang setiap pagi membersihkan depan kamarku bertanya,
'Apakah engkau sakit? Mengapa engkau terus berteriak dan merintih, pagi tadi?'
Aku tak sadar,
yang kulakukan dalam tidurku, kulakukan juga di alam nyataku.

Entah bagaimana, sakitku lenyap.
Aku masuk ke suasana baru, suasana yang sangat aku kenal.
Ruang studio.
Ya, aku harus asistensi desainku.
Studio saat itu sudah ramai.
Aku menuju meja regu ku.
Kosong.
Mungkin belum datang.
Aku menunggu dan terus menunggu.
Tak ada yang datang.
Tak ada teman se-regu.
Juga tak ada asdos.
Aku takut.
Semua lenyap.

Aku terbangun.



Sabtu, 26 Maret malam hari - Minggu, 27 Maret dini hari.

Kembali lagi aku tak menentu dengan tidurku.
Pikiranku terus berjalan, tanpa bisa kuhentikan.
Saat aku berhasil terlelap, kembali aku memasuki ke suatu keadaan.
Aku tak ingat jelas,
yang pasti ada seorang anak kecil,
di sebuah gedung, entah sekolah atau apa,
dimana anak tersebut datang padaku.
Aku membantunya, menemaninya.
Nyatanya aku tak tau siapa dia.

Entah bagaimana, semua berubah.
Tiba - tiba dua orang perempuan mencariku.
Aku tak kenal siapa mereka.
Beberapa tahun lebih tua dariku, mungkin.
Mereka berdua sepertinya berteman baik.
Aku tetap tak tau, mengapa mereka mencari ku?
Mereka memperkenalkan diri.
Aku tak ingat apa yang mereka ucapkan,
yang pasti mereka bilang,
mereka adalah temannya (teman dari seorang teman saya)
Mereka ingin tau siapa aku,
dan mulailah mengajukan pertanyaan - pertanyaan padaku.
Aku tak ingat lagi.
Hanya itu.

Minggu, 27 Maret malam hari - Senin, 28 Maret dini hari.

Aku tak tau apa yang kurasakan.
Aku cukup senang, ditemani sampai tengah malam,
walaupun kebetulan saja, karena hal lain dia bisa ada sampai saat itu.
Tak jadi masalah buatku, selama bersikap normal padaku.
Lagipula, dia tak akan tau.
Mataku tak bisa terpejam.
Pikiranku kemana - mana.
Dia masih ada.
Dan untungnya, dia masih menjawabku.
Setidaknya itu membuatku ingin berdoa pada-Nya,
agar mereka baik - baik saja,
asalkan bisa seperti ini,
aku berusaha.
Entah pukul berapa, tak ada jawaban
Tanpa bilang apapun,
pergi.
Aku masih belum bisa terlelap.
Aku benci diriku.
Semua yang diucapkannya, ingin sekali kuabaikan.
Aku tak mau bertahan lagi.
Aku tak mau seperti ini.

Pukul 4 pagi kucoba pejamkan mata.
Seketika aku berada di suatu tempat,
aneh,
aku seperti terhisap ke dunia itu.
Aku takut.
Aku terbangun.
Ku lirik jam, baru lima menit aku tertidur.
Kucoba pejamkan mata lagi.
Sama.
Aku terhisap entah dimana.
Aku takut.
Aku terbangun.
Lagi, hanya lima menit.
Entah berapa kali kejadian seperti itu terulang.
Hingga akhirnya aku benar - benar terlelap.
Sampai detik ini aku menulis,
aku tau aku bermimipi sesuatu, lagi.
Tapi aku tak bisa mengingat apa itu.

Pukul 6 aku terbangun.
Dan kali ini, kuputuskan mengikuti sarannya.

Berangkat kuliah,
dan menulis lagi disini.




Semula aku berusaha merasa 'baik - baik' saja.
Tapi ternyata salah besar,
tidak.

Ketakutanku muncul lagi.
Aku tak mau hari berganti,
aku ingin tetap berteman normal,
sama seperti dulu.
Tak perlu rasa khawatir,
tak perlu rasa takut.
Karena aku tau,
seorang teman tak akan pergi kemanapun.

Semua berubah,
tak lagi sama.
Aku takut.
Takut sekali.
Dan di alam bawah sadarku juga,
Aku takut.
Tak ada lagi ruang untukku,
merasa tenang dan nyaman.

2 comments:

Nuel Lubis, Author "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" said...

btw gw rada bingung.... ini puisi ato kisah nyata, sista? ga ngeh,, sumpah....

f`La said...

ahahaha, menurut mu? :p
cuma sharing yang mengganjal di hati dan pikiran =]

Post a Comment